MEMBANGUN KARAKTER SISWA MELALUI PEMBELAJARAN AGAMA DAN BUDI PEKERTI
Penulis: Sithiek, guru SMAN 1 Klaten
Editor: Dr. MRT (Dr. Mampuono R. Tomoredjo, S. Pd., S. Pd., M. Kom.)
(Ditulis dengan Strategi Tali Bambuapus Giri - Implementasi Literasi Produktif Bersama dalam Pembuatan Pustaka Digital Mandiri Berbasis AI.)
Dalam pendidikan agama Islam dan budi pekerti, peran guru sangat krusial dalam membentuk karakter siswa. Guru tidak hanya bertanggung jawab untuk mengajarkan pengetahuan agama, tetapi juga harus mengembangkan aspek intelektual dan kepribadian siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan yang tepat, guru dapat membantu siswa menjadi individu yang memiliki karakter baik, berpikir terbuka, dan berkomitmen pada pembangunan negara.
Salah satu strategi efektif yang dapat diterapkan adalah pembiasaan harian. Dalam praktiknya, kegiatan ini dapat dituangkan dalam bentuk murtabaak harian, yang harus diisi oleh siswa setiap hari. Sistem ini memungkinkan guru untuk memantau kegiatan siswa, baik yang berkaitan dengan keagamaan, pembelajaran, maupun aktivitas sehari-hari lainnya. Tujuan dari pembiasaan ini adalah untuk memastikan bahwa siswa tidak hanya menjalani rutinitas harian tetapi juga membentuk karakter yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan budi pekerti.
Dr. Abdul Ghaffar, seorang pakar pendidikan karakter asal Pakistan, menyatakan bahwa "Pendidikan karakter adalah investasi jangka panjang. Dengan membentuk karakter sejak dini, kita membekali generasi muda dengan dasar yang kuat untuk menghadapi berbagai tantangan di masa depan." Hal ini menegaskan pentingnya peran guru dalam mengintegrasikan nilai-nilai budi pekerti dalam pembelajaran sehari-hari.
Sistem mutabaahharian memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencatat dan merefleksikan aktivitas mereka. Dalam proses ini, mereka diharapkan untuk mengisi setiap kegiatan dengan jujur dan bertanggung jawab. Kejujuran adalah salah satu karakter utama yang perlu ditanamkan sejak dini. Dengan mengisi murtabaak dengan sejujurnya, siswa belajar tentang tanggung jawab pribadi dan integritas, yang akan membentuk dasar karakter mereka.
Selain itu, kegiatan ini juga mengajarkan siswa tentang pentingnya konsistensi dalam menjalani rutinitas harian. Melalui pencatatan yang rutin, siswa dapat melihat perkembangan diri mereka, mengidentifikasi kebiasaan buruk yang perlu diubah, dan menggantinya dengan kebiasaan yang lebih baik. Proses ini membantu mereka untuk tidak hanya memahami nilai-nilai agama tetapi juga menginternalisasi dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pakar psikologi pendidikan, Dr. Emma Johnson dari Inggris, mengungkapkan bahwa "Pembiasaan adalah kunci untuk membentuk karakter. Dengan membiasakan siswa pada nilai-nilai positif, kita membimbing mereka untuk secara otomatis menerapkannya dalam setiap aspek kehidupan mereka." Ini menunjukkan bahwa pembiasaan yang konsisten akan mempengaruhi pembentukan karakter siswa secara signifikan.
Peran guru juga melibatkan pembinaan dan pengawasan yang intensif. Meskipun waktu interaksi antara guru dan siswa terbatas di sekolah, penting bagi guru untuk tetap terhubung dan memantau kegiatan siswa di rumah. Dengan cara ini, guru dapat memberikan bimbingan yang konsisten dan mendukung siswa dalam menerapkan nilai-nilai yang telah diajarkan.
Lebih dari sekedar memantau, guru juga perlu memberikan dorongan dan motivasi kepada siswa untuk terus mengembangkan karakter mereka. Melalui umpan balik yang konstruktif dan pujian atas kemajuan yang dicapai, guru dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa dan mendorong mereka untuk terus berusaha menjadi individu yang lebih baik.
Dalam konteks ini, pendidik harus menjadi teladan yang baik. Siswa sering kali meniru perilaku guru mereka, sehingga penting bagi guru untuk menunjukkan sikap dan tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan. Dengan menjadi contoh yang baik, guru dapat menginspirasi siswa untuk mengikuti jejak mereka dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka.
Pendidikan agama dan budi pekerti juga harus menekankan pentingnya hubungan yang baik antara manusia dan Tuhan (hablum minallah) serta hubungan yang harmonis antara manusia (hablum minannas). Dengan mengajarkan nilai-nilai ini, siswa tidak hanya belajar tentang agama tetapi juga tentang bagaimana berinteraksi dengan sesama dengan cara yang penuh hormat dan kasih sayang.
Dr. Hasan Al-Hakim, seorang cendekiawan Muslim dari Mesir, menyatakan bahwa "Membangun karakter yang baik melalui pendidikan agama dan budi pekerti adalah langkah penting dalam menciptakan masyarakat yang harmonis dan bertanggung jawab." Pernyataan ini menegaskan bahwa pendidikan karakter yang baik akan berdampak positif pada masyarakat secara keseluruhan.
John Dewey, seorang filsuf dan pendidik asal Amerika Serikat, menekankan pentingnya pengalaman praktis dalam pendidikan karakter. Dalam bukunya, *Experience and Education*, Dewey menyatakan, "Pendidikan yang baik harus menghubungkan pengalaman hidup sehari-hari dengan prinsip-prinsip moral dan etika." Ini menggarisbawahi pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai moral dalam setiap aspek pembelajaran.
Paulo Freire, seorang pendidik Brasil, berpendapat bahwa "Pendidikan tidak dapat menjadi sekadar transfer pengetahuan, tetapi harus melibatkan transformasi karakter dan pemahaman sosial," seperti yang ditulis dalam *Pedagogy of the Oppressed*. Freire menekankan bahwa pendidikan harus memberdayakan siswa untuk mengembangkan kesadaran kritis.
Dr. Muhammad Al-Ghazali, seorang cendekiawan Muslim dari Mesir, memberikan kontribusi penting dalam pendidikan Islam. Ia mengatakan, "Pendidikan agama yang baik tidak hanya membentuk pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter dan kepribadian seseorang." Ini menegaskan bahwa pendidikan agama harus mencakup pembentukan karakter yang kuat.
Sebagai penutup, membangun karakter siswa melalui pembelajaran agama dan budi pekerti adalah usaha yang memerlukan komitmen dan pendekatan yang konsisten dari guru. Dengan memanfaatkan pembiasaan harian seperti murtabaak dan memotivasi siswa untuk mengembangkan kejujuran serta tanggung jawab, kita dapat membantu mereka menjadi individu yang tidak hanya cerdas tetapi juga berkarakter kuat. Pendidikan yang baik tidak hanya menyiapkan siswa untuk masa depan mereka secara akademis, tetapi juga membekali mereka dengan nilai-nilai yang akan membentuk mereka menjadi warga negara yang bermanfaat dan penuh cinta tanah air.
Comments
Post a Comment