REJEKI TIKUS

REZEKI TIKUS 

Penulis: Zulfa, tutor pendidikan non formal kota Tegal
Editor:  Dr. MRT (Dr. Mampuono R. Tomoredjo, S. Pd., S. Pd., M. Kom.) 
(Ditulis dengan Strategi Tali Bambuapus Giri - Implementasi Literasi Produktif Bersama dalam Pembuatan Pustaka Digital Mandiri Berbasis AI.) 

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia kerap kali terburu-buru dalam mencapai tujuan, sehingga melupakan bahwa alam di sekitarnya juga memiliki cara sendiri untuk ikut serta dalam permainan hidup. Salah satu pengalaman yang mengajarkan saya tentang keikhlasan adalah ketika saya harus “berbagi” snack box dengan seekor tikus. Mungkin terdengar absurd—apa hubungan antara saya, seorang pengajar, dan seekor tikus yang cerdik? Namun, justru di situ letak ironi kehidupan, di mana hal-hal kecil seringkali menyimpan pelajaran yang lebih besar.


Hari itu, seperti biasa, rutinitas mengajar menyita hampir seluruh waktu saya. Sejak pagi hingga sore, saya berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah lainnya untuk berbagi ilmu. Seusai mengajar seorang anak bernama Mawar, saya mendapat suguhan kue-kue basah yang lezat: risol, mochi, dan aneka jajanan lainnya. Karena terburu-buru menuju lokasi mengajar berikutnya, saya tidak sempat menikmatinya dan memilih membawa pulang jajanan tersebut dalam snack box.


Saya gantungkan snack box itu dengan aman di motor saya—setidaknya, itulah yang saya pikirkan. Ketika saya sampai di rumah siswa berikutnya, yaitu Melati, yang memiliki halaman cukup luas, saya memarkir motor agak jauh dari ruang belajar. Pikiran saya sudah melayang pada saat di rumah nanti, ketika semua aktivitas selesai, saya bisa menikmati jajanan yang sudah saya bawa pulang.


Namun, Allah SWT memiliki rencana lain, seperti firman-Nya: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 216). Setelah selesai mengajar dan kembali ke motor, saya mendapati pemandangan yang tak terduga: plastik snack box itu sudah sobek. Jajanan yang saya dambakan hilang, diambil oleh seekor tikus yang tak terlihat. Hanya tersisa dua mochi, salah satunya sudah sedikit rusak, seolah-olah tikus itu kehilangan selera setelah menggigitnya.


Betapa seringnya kita merencanakan sesuatu dengan penuh harapan, namun kenyataannya malah berakhir berbeda. Tikus, yang sering dianggap sebagai makhluk kecil dan menjijikkan, tiba-tiba menjadi simbol dari kekuatan tak terlihat yang mengganggu rencana besar kita. Sebagaimana Allah SWT berfirman: “Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya” (QS. At-Talaq: 3). Hari itu, rezeki saya ternyata telah dialihkan kepada si tikus.


Meski awalnya  terasa menggoda, dengan penuh kesadaran saya berkata dalam hati, “Terima kasih, wahai tikus, telah mengajarkan arti keikhlasan.” Terkadang, ada pelajaran tersembunyi di balik kejadian yang kita anggap merugikan. Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang ridha kepada ketentuan Allah, maka Allah akan ridha kepadanya. Barangsiapa yang tidak ridha, maka ia akan memperoleh kemurkaan Allah” (HR. Tirmidzi).


Para ahli sering berkata bahwa setiap kejadian dalam hidup ini mengandung pelajaran terselubung. Kehilangan hal-hal kecil, seperti makanan yang diambil tikus, adalah cara bagi Allah untuk mengingatkan kita bahwa hidup ini penuh ketidakterdugaan. Ini mengajarkan bahwa keikhlasan dan kesabaran adalah kunci menghadapi segala sesuatu yang tak dapat kita kendalikan. Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin, seluruh perkaranya baik baginya. Apabila mendapat kesenangan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Apabila ditimpa kesulitan, ia bersabar, maka itu baik baginya” (HR. Muslim).


Mungkin, dari sudut pandang tikus itu, saya hanyalah perantara yang membawa rezeki baginya. Seperti firman Allah dalam QS. Al-Ankabut: 60: “Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu...”. Siapa tahu, mungkin tikus itu sudah berhari-hari tak menemukan makanan yang layak. Pada akhirnya, saya belajar untuk menerima kenyataan bahwa tidak semua yang kita inginkan dapat kita miliki.


Pengalaman ini memberikan pelajaran moral tentang ketidakmampuan kita untuk mengontrol segalanya dalam hidup. Ada hal-hal yang memang di luar kendali kita, dan ketika itu terjadi, kita hanya bisa menerima dengan lapang dada. Rasulullah SAW mengingatkan: “Barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, maka Allah akan mencukupkan baginya” (HR. Ahmad).


Berbagi dengan tikus ini bukanlah tragedi. Dalam kacamata keikhlasan, itu adalah bentuk pembelajaran yang tak terduga. Meski saya kehilangan jajanan yang saya inginkan, saya mendapatkan sesuatu yang lebih berharga: kebijaksanaan dan pelajaran hidup tentang kesederhanaan dan penerimaan. Mungkin, di lain kesempatan, Allah akan menggantinya dengan rezeki yang lebih baik.


Pesan moral dari kisah ini jelas: dalam setiap kejadian, baik yang kecil maupun besar, selalu ada hikmah yang bisa diambil. Kehilangan dan ketidakterdugaan adalah bagian dari takdir yang harus kita terima dengan hati yang lapang. Sesuai dengan firman Allah SWT: “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah: 6), jika kita bisa ikhlas, hidup ini akan terasa lebih ringan dan bermakna.


==================================

12-09- 2024, pukul 12.17

Ditulis dengan Strategi Tali Bambuapus Giri - _Implementasi Literasi Produktif Bersama dalam Pembuatan Pustaka Digital Mandiri Berbasis AI._

Comments

Popular posts from this blog

NUSANTARA GROUP

MENGUBUR UNTUK MENJAGA BUMI

DR. MAMPUONO: PENDIDIK, PENEMU, TEACHERPRENEUR, DAN PENULIS