WASPADAI BAHAYA JARING MAYA, JAGA ANAK KITA
Gambar : Dr. Mampuono bersama guru-guru putra MTSN 1 Karanganyar
Penulis: Wartanto, guru MTSN 1 Karanganyar
Editor: Dr. MRT (Dr. Mampuono R. Tomoredjo, S. Pd., S. Pd., M. Kom.)
(Ditulis dengan Strategi Tali Bambuapus Giri - Implementasi Literasi Produktif Bersama dalam Pembuatan Pustaka Digital Mandiri Berbasis AI.)
Di era ini, sosial media bak jaring laba-laba raksasa yang memerangkap jutaan jiwa muda dalam jalinan benang-benangnya yang halus namun tak terlihat. Anak-anak kita, yang seharusnya tumbuh dalam cahaya kehangatan keluarga dan pendidikan, kini lebih sering terpapar oleh sinar dingin layar ponsel. Setiap hari, mereka berselancar di lautan informasi yang tak terbatas, di mana ombak-ombak informasi—baik maupun buruk—menghempaskan mereka tanpa henti.
Ketika anak-anak kita menyusuri pantai maya ini, mereka kerap kali diseret ke arus deras dari platform sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok, dan Twitter. Layanan ini, yang sejatinya diciptakan untuk menghubungkan dunia, kini kerap kali menjadi medan perang bagi moralitas dan etika. Setiap postingan yang mereka lihat, setiap video yang mereka tonton, adalah serpihan dari kaca pecah yang bisa melukai tanpa mereka sadari.
Betapa tidak, pergaulan di dunia nyata yang semula penuh dengan norma dan aturan kini mulai tergantikan oleh interaksi maya yang sering kali tanpa kendali. Seolah anak-anak ini dibawa ke tengah pasar gelap di mana segala macam produk disajikan tanpa saringan. Konten yang mencakup kriminalitas, politik yang memecah belah, hingga tayangan yang tak layak konsumsi, semuanya bercampur aduk dan mudah diakses. Hati mereka yang polos tak jarang diracuni oleh tontonan yang mengikis rasa sopan santun dan moralitas.
Seperti halnya cermin yang memantulkan cahaya, sosial media mencerminkan kehidupan yang kadang indah, namun sering kali menipu. Gaya hidup mewah yang dipamerkan dengan gemerlap dalam layar kecil itu perlahan tapi pasti menggeser pandangan anak-anak kita terhadap realitas. Cara mereka berbicara, bertindak, dan bahkan berpikir menjadi cerminan dari apa yang mereka konsumsi secara visual setiap harinya.
Namun, di balik gemerlap dunia maya ini, tersembunyi bahaya besar yang siap menggerogoti kepribadian anak-anak kita. Akhlak yang seharusnya terbentuk dari ajaran agama dan budi pekerti mulai terkikis. Seolah angin badai, sosial media menerpa tiang-tiang moral yang selama ini kita bangun dengan susah payah, meninggalkan reruntuhan yang sulit diperbaiki.
Jika dulu peradaban dibangun di atas fondasi nilai-nilai luhur dan sopan santun, kini kita melihat pergeseran yang mengkhawatirkan. Anak-anak yang tumbuh dalam era tanpa gadget memiliki ketahanan moral yang lebih kuat, karena mereka belajar dari dunia nyata, bukan dari ilusi digital yang sering kali menyesatkan. Bagaimana mungkin kita bisa menutup mata terhadap pengaruh negatif yang semakin merajalela ini?
Penting bagi kita sebagai orang tua, pendidik, dan masyarakat untuk menjadi benteng yang kokoh bagi anak-anak kita. Seperti halnya tembok kota kuno yang melindungi warganya dari serangan musuh, kita harus melindungi generasi muda dari serbuan konten yang dapat merusak. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai religi sejak dini, agar mereka memiliki landasan yang kuat untuk menapis apa yang mereka lihat dan dengar.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an, "Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, 'Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar).' Sesungguhnya setan menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia." (QS. Al-Isra: 53). Ayat ini mengingatkan kita bahwa komunikasi, baik di dunia nyata maupun maya, haruslah dibangun di atas dasar kebaikan dan kebenaran.
Melalui bimbingan agama, kita bisa menanamkan filter moral dalam diri anak-anak kita, sehingga mereka mampu membedakan mana yang baik dan buruk. Mereka perlu diajarkan bahwa tidak semua yang bersinar adalah emas, dan tidak semua yang mereka lihat di sosial media patut ditiru. Seperti halnya sebuah rumah yang memerlukan pondasi yang kokoh untuk berdiri tegak, anak-anak kita juga membutuhkan pondasi nilai yang kuat agar tidak mudah goyah oleh pengaruh luar.
Seperti kata pepatah, "Anak adalah kertas putih yang akan menyerap apa saja yang dituangkan padanya." Maka, pastikan tinta yang kita gunakan adalah tinta kebajikan dan keimanan, bukan racun yang disebar oleh dunia maya. Anak-anak ini adalah penentu masa depan, dan masa depan kita bergantung pada seberapa baik kita membekali mereka dengan ilmu dan moral.
Bagaimana kita mendidik mereka hari ini akan menentukan bentuk dunia esok hari. Maka dari itu, mari kita berperan aktif dalam mengarahkan mereka menuju jalan yang lurus. Ingatlah pesan Nabi Muhammad SAW, "Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari).
Di tengah gempuran informasi yang sering kali menyesatkan, anak-anak membutuhkan panduan yang jelas. Mari kita menjadi kompas yang membantu mereka menemukan arah dalam labirin kehidupan modern ini. Dengan demikian, kita berharap generasi yang lahir dari rahim dunia digital ini tetap tumbuh dengan akhlak yang mulia, sebagaimana yang kita idamkan.
Mantap mr, matur nuwun
ReplyDelete