SENI MENGHADAPI SISWA YANG SUPER DUPER BANDEL

 

Penulis: Intan Fatimah Syariasih, guru MTSN 1 Karanganyar 
Editor:  Dr. MRT (Dr. Mampuono R. Tomoredjo, S. Pd., S. Pd., M. Kom.) 
(Ditulis dengan Strategi Tali Bambuapus Giri - Implementasi Literasi Produktif Bersama dalam Pembuatan Pustaka Digital Mandiri Berbasis AI.) 

Pada hakikatnya, setiap anak dilahirkan laksana selembar kertas putih, polos dan murni, menunggu untuk ditulis oleh pengalaman hidup, bimbingan, serta cinta kasih dari orang-orang di sekitarnya. Namun, seiring berjalannya waktu, lembaran ini tak selalu tetap putih. Ada coretan, warna-warni yang kadang membentuk pola indah, dan tak jarang pula guratan-guratan kasar yang menggambarkan tantangan dalam perkembangan mereka. Sebagai guru, tugas kita adalah menjadi pelukis yang bijaksana, yang mampu membimbing tangan kecil mereka untuk menulis kisah hidup yang penuh warna namun tetap indah.


Namun, tidak semua lembaran kehidupan anak-anak ini terbentuk dengan mudah. Ada kalanya kita bertemu dengan siswa yang tampaknya berbeda dari yang lain, anak-anak yang kerap kali menantang aturan dan menabrak batasan. Mereka yang sering dijuluki "super duper bandel" ini, seolah-olah membawa badai kecil ke dalam ruang kelas, menguji kesabaran dan kebijaksanaan kita sebagai pendidik. Namun, di balik kelakuan mereka yang penuh gejolak, tersembunyi jiwa-jiwa yang masih mencari arah dan membutuhkan bimbingan. Dengan pendekatan yang tepat, kita bisa mengurai benang kusut ini dan membantu mereka menemukan jalan yang lebih baik.


Langkah pertama dalam memahami siswa yang terkesan super duper bandel ini adalah melakukan observasi. Ibarat detektif yang mengurai misteri, kita perlu menyelidiki latar belakang mereka dengan seksama. Amati bagaimana mereka berinteraksi dengan teman-teman di kelas, bagaimana kepribadian mereka, serta kebiasaan yang sering mereka tampilkan. Menggali informasi dari teman dekat atau bahkan melalui obrolan empat mata, kita mulai merajut benang-benang cerita yang kelak akan membantu kita memahami motivasi di balik setiap tindakan mereka. "To understand someone, you need to walk a mile in their shoes."


Ketika kita telah memahami secuil dari dunia mereka, saatnya memulai pendekatan. Di sinilah kita berubah menjadi telinga yang siap mendengar, hati yang terbuka tanpa prasangka, dan pikiran yang jernih dari segala penghakiman. Seorang guru tidak boleh menjadi hakim yang siap menjatuhkan vonis, melainkan menjadi sahabat yang setia mendengarkan. Saat kita mendengarkan dengan penuh empati, kita sebenarnya sedang menanam benih kepercayaan yang kelak akan tumbuh menjadi jembatan penghubung antara kita dan mereka.


Jika benih kepercayaan telah tumbuh subur, kita mulai menyiraminya dengan komunikasi aktif. Baik melalui obrolan langsung di kelas maupun pesan singkat di WhatsApp, kita perlu menjaga komunikasi tetap hangat dan terbuka. Tanyakan hal-hal sederhana seperti bagaimana hari mereka, apakah ada kesulitan yang dihadapi, atau sekadar menyapa dengan tulus. Di balik pesan-pesan sederhana ini, tersimpan upaya kita untuk terus mempererat hubungan, sehingga mereka merasa nyaman dan aman dalam berbagi cerita dengan kita.


Namun, perjalanan ini tidak selalu mulus. Tidak semua siswa akan segera membuka diri atau berubah seketika. Beberapa dari mereka mungkin memiliki "tembok" yang begitu tinggi, seakan-akan dunia di dalamnya adalah rahasia yang tak boleh diketahui oleh siapapun. Pada saat-saat seperti ini, kesabaran menjadi kunci utama. Jangan tergesa-gesa untuk menilai atau mengambil langkah drastis. Ingatlah bahwa "Rome wasn't built in a day," demikian pula perubahan dalam diri siswa tidak akan terjadi dalam sekejap mata.


Bagi siswa yang terkesan memiliki karakter ganda, mereka sering kali tampak baik-baik saja di hadapan kita, namun perilaku mereka di balik layar bisa jadi jauh berbeda. Mereka mungkin menyimpan banyak luka atau kekecewaan yang tidak mereka bagi dengan siapa pun. Kita harus jeli dalam menangkap sinyal-sinyal halus ini, dan sekali lagi, empati serta kepekaan menjadi senjata utama kita. Jangan mudah tergoda untuk menilai mereka berdasarkan apa yang tampak di permukaan, karena kadang-kadang yang terlihat hanyalah topeng yang mereka gunakan untuk melindungi diri.


Siswa-siswa ini sering kali hanya ingin mendapatkan perhatian. Mereka mungkin merindukan kasih sayang yang tidak mereka dapatkan di rumah, atau merasa diabaikan di tengah hiruk-pikuk kehidupan. Saat mereka akhirnya mendapatkan perhatian yang mereka dambakan, kita akan melihat perubahan, meski mungkin kecil, namun sangat berarti. "A child needs encouragement like a plant needs water." Dalam mengatasi siswa yang super duper bandel ini, kita harus terus menyirami mereka dengan perhatian dan kasih sayang yang tulus.


Namun, kita juga harus realistis. Tidak semua siswa akan berubah menjadi pribadi yang ideal seperti yang kita harapkan. Terkadang, meski kita sudah melakukan segala cara, mereka tetap sulit diarahkan. Namun, bukan berarti kita menyerah. Perjuangan ini adalah bagian dari perjalanan panjang sebagai pendidik. "Success is not the key to happiness. Happiness is the key to success." Saat kita mendidik dengan hati yang tulus dan penuh kasih sayang, kita sudah mencapai keberhasilan dalam bentuk yang paling murni.


Pada akhirnya, meski sulit dan penuh tantangan, kita harus ingat bahwa setiap anak adalah anugerah yang harus kita rawat dan bimbing. Mereka adalah cermin dari cinta kasih dan pengabdian kita sebagai guru. Setiap langkah kecil yang mereka ambil menuju kebaikan adalah kemenangan bagi kita semua. Seperti pepatah bijak mengatakan, "The best teachers teach from the heart, not from the book." Dan itulah yang kita lakukan, memberikan cinta dan perhatian tanpa syarat kepada mereka, anak-anak kita, yang secara fitrah adalah anak-anak yang baik.

Comments

Popular posts from this blog

NUSANTARA GROUP

MENGUBUR UNTUK MENJAGA BUMI

DR. MAMPUONO: PENDIDIK, PENEMU, TEACHERPRENEUR, DAN PENULIS