BERTASBIHLAH

 

By Dr. MRT 

_Ditulis dengan strategi tali bambu hapus Giri - Implementasi Literasi Produktif Bersama dalam Pembuatan Pustaka Digital Mandiri Berbasis AI_


Ada hari yang tak bergelimang cahaya, namun justru menjadi fajar kesadaran—saat hati perlahan membisikkan bahwa segala yang terjadi tidak pernah salah, dan tak pernah sia-sia. Itulah hari ketika jiwa perlahan menapaki tangga menuju kedewasaan iman. Hari yang kelak akan kita syukuri dalam hening yang penuh makna.

Mengapa?

Karena siapa pun yang telah sampai pada pemahaman itu, sejatinya ia telah satu langkah lebih dekat kepada Allah—melangkah menuju Iman yang tak lagi bergantung pada logika dunia, tapi berakar pada kepercayaan tanpa batas kepada kehendak-Nya.

Iman tak memberi ruang untuk prasangka buruk kepada Tuhan. Bahkan dalam gelap, iman memilih percaya. Bahkan saat kehilangan, iman memilih berharap. Dan di situlah letak kekuatannya.

Karenanya, dzikir paling dahsyat dari orang-orang beriman bukan permintaan, bukan pula tangisan. Tapi tasbih.

Subhanallah.

Ungkapan yang membersihkan nama Allah dari segala tuduhan hati yang tak sabar.

Tasbih adalah tameng dari kecewa, penghapus dari marah, dan pintu bagi kesembuhan batin.

Dan lihatlah, kisah ini pun nyata dalam kehidupan kita. Kita sama-sama berada dalam sebuah  kapal besar bernama Dinasti Nusantara Group, yang selama bertahun-tahun, bahkan sampai dua bulan lalu, masih melaju gagah menembus gelombang, membawa serta koperasi Bahana Lintas Nusantara sebagai jantung keuangannya. 

Kita memiliki program andalan: Si Pintar—Simpanan Pintar Bayar—yang memberikan pengembalian modal dan profit bulanan sebesar 8,34%, angka yang tak hanya menggiurkan, tapi juga membawa banyak penumpangnya hidup dalam kelimpahan dan kenyamanan.

Namun badai datang tanpa aba-aba. Laut yang tenang tiba-tiba berubah murka.

Kapal megah itu terhempas oleh gelombang besar. Ada hacker yang menyerang dan menghabiskan banyak cadangan devisa digital dari para trader di seluruh dunia sampai 24 triliun besarnya, dan kita menjadi salah satu korbannya. 

Tidak hanya itu, project project besar pemerintah di mana kita dengan bangga terlibat di dalamnya, semisal pembangunan IKN di Kalimantan dan jalan tol Semarang di Jogjakarta, ternyata seperti di komando juga memunculkan barikade finansial. Karena pemerintah  harus melakukan efisiensi dan ada beberapa defisit di berbagai sektor maka project-project yang  sudah selesai dengan permodalan kita dan seharusnya dana dari pemerintah mengucur ternyata  harus tertunda pembayarannya. Seirama dengan penyelarasan tersebut, hujan yang berkepanjangan ternyata membuat alam kurang bersahabat untuk kita agar bisa segera mengambil hasil-hasil tambang yang sudah siap diangkut. Dan lain-lain.

Pendeknya, pogram Si Pintar tak lagi mampu bertahan, dan kini harus digantikan dengan Si Jangkung—Simpanan Berjangka Pasti Untung—yang hanya mampu memberikan keuntungan kurang dari seperempat dari sebelumnya.

Pak Nicho, sang nakhoda, berdiri di haluan dengan mata tajam, menatap ke depan mencari arah penyelamatan dan memberikan komando dengan penuh tanggung jawab. Beliau  tahu bahwa badai ini sangat besar dan belum sudah mendapatkan kabar bahwa semesta sedang melakukan Penyelarasan. Naka entah bagaimana caranya kapal ini harus diselamatkan. Dan untuk itu, kapal harus mengurangi beban. Harus ada yang dikorbankan. Keputusan yang mengejutkan banyak orang, tentu saja. Banyak yang terpukul karena hasil bulanan menurun drastis. Kejayaan itu seakan menjauh.

Namun dengarlah, apa yang dikatakan Pak Nicho:

> “Ini bukan sekadar restrukturisasi. Ini penyelarasan terhadap semesta. Agar manusia kembali mengingat Tuhan, bukan sekadar menghitung uang yang datang tanpa henti. Agar kelimpahan tak membuat kita lupa kepada Sang Sumber dari segala pemberian.”



Kata-katanya seperti cambuk sekaligus pelukan. Menyadarkan kita, bahwa ketika derita datang secara tiba-tiba, janganlah kita berhenti pada rasa sesal. Jangan tenggelam dalam simpati yang berujung mengasihani diri sendiri maupun rekan seperjalanan.

Jika kita terus menyesali, seolah kita menggugat keputusan Tuhan. Seolah kita merasa lebih tahu dari Dia yang Mahatahu.

Maka, bertasbihlah…

Kembalilah menyucikan Allah dari prasangka-prasangka buruk kita.

Kembalilah mempercayakan hidup kita kepada-Nya yang tak pernah keliru dalam memberi ujian.

Dan berdoalah…

Karena dalam doa, tersimpan husnudzon—prasangka baik kepada Tuhan. Dan siapa yang husnudzon kepada Allah, maka Allah akan bersamanya sesuai sangkaannya.

Itulah mengapa Nabi Yunus diselamatkan bukan karena kekuatannya, tapi karena tasbihnya.

> “Kalau bukan karena ia termasuk orang-orang yang bertasbih, niscaya ia akan tetap tinggal dalam perut ikan sampai hari berbangkit.” (QS As-Shaffat: 143-144)

Bahkan langit, ikan, pepohonan, dan bumi—semuanya bertasbih. Maka apa alasan kita untuk diam?

Seberat apapun bebanmu, bertasbihlah.

Karena dalam tasbihmu, ada kekuatan.

Ada penyerahan yang murni kepada Allah.

Ada keyakinan bahwa jika Allah yang mengatur, maka tak ada yang salah.

Semua pasti baik, insyaAllah.


Sampangan, 13 April 2025 

Comments

Popular posts from this blog

MENGUBUR UNTUK MENJAGA BUMI

NUSANTARA GROUP

RITUAL RAHASIA PEMBEBASAN DARI ENERGI NEGATIF UNTUK MERAIH KEBAHAGIAAN DAN KEBERLIMPAHAN