GEMILANG

 


By: Dr. MRT

Di suatu senja yang penuh semangat, Ibu Ismunarsih, seorang guru di TK Negeri Pembina yang kini dipimpin Ibu Sri Mardiyati, mengenang momen-momen berharga yang pernah dilaluinya bersama anak-anak didiknya. Tahun 2008 menjadi saksi perjalanan berliku mereka dalam berlatih senam, hingga akhirnya berhasil meraih juara 3 di tingkat Kabupaten Purworejo. Bagi Ibu Ismunarsih, perjalanan ini ibarat meniti tangga panjang yang terbuat dari harapan, semangat, dan cinta.

Ibu Ismunarsih tidak hanya seorang guru, tetapi juga pelatih, penyemangat, dan tempat berbagi. Saat pertama kali memperkenalkan senam kepada murid-muridnya, Aira, Nadia, dan Syifa, mereka tampak bingung dan kesulitan memahami gerakan dasar. Kanan dan kiri menjadi teka-teki yang rumit bagi anak-anak kecil ini. Tapi, seperti hujan yang tak kenal lelah membasahi bumi, Ibu Ismunarsih juga tak henti-hentinya membimbing mereka dengan penuh kesabaran.

Dengan ide kreatif, Ibu Ismunarsih mengikatkan tali rafia di tangan kanan dan kaki kanan anak-anak agar mereka dapat membedakan kanan dari kiri. Setiap kali mereka berhasil melakukan gerakan dengan benar, wajah mereka berseri-seri, seolah-olah mereka baru saja memenangkan medali. Senyum mereka adalah bunga yang mekar di taman hati Ibu Ismunarsih, penuh kebanggaan dan harapan.

Tidak hanya gerakan kanan-kiri, maju dan mundur juga menjadi tantangan tersendiri. Anak-anak sering kali bingung dan kerap melangkah terbalik. Namun, Ibu Ismunarsih tak pernah menyerah. Ia bahkan meminta ide dari anak-anaknya tentang cara yang bisa membantu mereka mengingat langkah-langkah tersebut. Melalui diskusi yang sederhana, anak-anak merasa dihargai, dan dari sanalah muncul ide untuk menandai pakaian mereka sebagai penanda arah.

Bagi Ibu Ismunarsih, proses ini adalah tarian cinta dan ketulusan. Setiap kesulitan yang dihadapi anak-anaknya adalah hujan yang membawa mereka tumbuh lebih kuat. Ketika akhirnya mereka bisa melakukan gerakan senam dengan benar, sorak-sorai kegembiraan menggema di ruangan, seakan-akan bintang-bintang pun turut menari di langit malam.

Tak cukup hanya sampai di situ, anak-anak ini berhasil memenangkan juara 1 di tingkat kecamatan. Kemenangan ini adalah bukti bahwa anak-anak kecil pun bisa mencapai hal besar dengan usaha keras dan bimbingan yang tulus. Melihat anak-anaknya naik ke panggung, menggenggam piala dengan bangga, hati Ibu Ismunarsih bergetar. Ia merasa seperti burung yang terbang tinggi di langit, bebas dan penuh kebahagiaan.

Perjalanan mereka pun berlanjut ke tingkat kabupaten. Latihan menjadi semakin intens, dan tantangan pun semakin besar. Namun, Ibu Ismunarsih terus mendorong anak-anak untuk berlatih lebih keras, mengatasi rasa lelah, dan menjaga kedisiplinan. Baginya, kemenangan bukan sekadar piala, melainkan pelajaran hidup yang akan membentuk karakter anak-anaknya.

Saat perlombaan di tingkat kabupaten tiba, detik-detik penentuan datang seperti angin yang berhembus kencang. Di pendopo kabupaten yang megah, anak-anak itu tampil dengan penuh percaya diri. Setiap gerakan mereka menggema, seperti melodi indah yang membuai penonton. Saat mereka selesai, tepuk tangan menggelegar memenuhi ruangan, seolah-olah semesta ikut merayakan usaha dan kerja keras mereka.

Ketika diumumkan bahwa mereka meraih juara 3, kegembiraan meledak. Air mata haru jatuh dari mata Ibu Ismunarsih, membasahi pipinya. Ia memeluk anak-anak itu dengan erat, seolah-olah tidak ingin melepaskan momen berharga ini. Piala yang mereka bawa pulang adalah simbol kemenangan yang tak terukur harganya, karena dibeli dengan keringat, usaha, dan cinta yang mendalam.

Bagi anak-anak, kemenangan ini adalah langkah kecil yang akan mengarahkan mereka pada impian-impian yang lebih besar. Sedangkan bagi Ibu IsmuNarsih, kemenangan ini adalah bukti bahwa dedikasi seorang guru bisa membawa anak-anaknya melangkah lebih jauh, bahkan sampai ke puncak yang mereka impikan.

Seluruh pengalaman ini tidak hanya menjadi kenangan indah bagi Ibu IsmuNarsih, tetapi juga pelajaran berharga. Ia sadar bahwa tugasnya sebagai guru tidak sekadar mengajar, melainkan juga membentuk karakter, menguatkan mental, dan menyemai semangat di dalam jiwa anak-anak didiknya.

Ketika merenung, Ibu Ismunarsih merasa seolah-olah setiap langkah kecil mereka dalam latihan adalah kisah perjuangan hidup yang sesungguhnya. Dari sini, ia berpesan kepada para orang tua dan guru lain agar selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anak. Tantangan mungkin akan selalu ada, tetapi di balik itu semua, ada kebahagiaan yang menunggu, seperti pelangi yang muncul setelah hujan deras.

Pesannya sederhana namun dalam: "Sebesar apa pun kesulitan, jangan pernah menyerah. Anak-anak adalah tanah subur yang siap ditanami benih-benih kebaikan. Dengan bimbingan yang tulus, mereka akan tumbuh menjadi pohon yang kokoh dan berbuah manis."

Kini, setiap kali bertemu Aira, Nadia, atau Syifa di jalan, Ibu IsmuNarsih selalu tersenyum. Mereka mungkin telah tumbuh dewasa, tetapi kenangan itu tetap hidup dalam ingatan mereka, seperti bunga yang mekar abadi dalam hati. Anak-anak itu akan selalu mengenang Ibu IsmuNarsih sebagai sosok yang telah memberi mereka sayap untuk terbang tinggi dan mimpi untuk diraih.

Dan bagi Ibu IsmuNarsih, setiap kenangan itu adalah cahaya yang akan selalu menerangi perjalanan hidupnya sebagai seorang guru.

Jumat, 16 November 2024, 11.00 WIB, di Purworejo

Ditulis dengan strategi tali Bambuapus Giri, implementasi literasi produktif bersama dalam pembuatan pustaka digital Mandiri berbasis Ai

Comments

Popular posts from this blog

NUSANTARA GROUP

MENGUBUR UNTUK MENJAGA BUMI

DR. MAMPUONO: PENDIDIK, PENEMU, TEACHERPRENEUR, DAN PENULIS