THE DRAGON PRINCESS OF KOMODO ISLAND
By: Mampuono
#Orang literat Menemu Baling👌
Menemu Baling di Pulau Komodo
Ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Di antara mereka, suku Komodo termasuk suku yang unik. Meskipun modernisasi setiap hari mengelilinginya, mereka tetap yakin, nenek moyang mereka adalah saudara kembar sang naga! Sang Komodo yang perkasa.
Jika di Jepang yang sudah modern saja orang masih percaya bahwa mereka adalah keturunan dewa matahari, maka apa yang dialami oleh suku komodo mau tidak mau harus dimaklumi. Tak heran, cerita rakyat yang paling dikenal oleh suku Komodo adalah legenda asal-usul mereka. Mereka menyebutnya sebagai Kisah Sang Putri Naga.
Aku sempat membaca kisah itu pada sebuah poster, sore tadi, sebelum berjalan menjelajahi pulau dengan setengah hati. Meski ada ranger yang mendampingi p, aku tak yakin para saudara kembar suku komodo itu akan amat sayang dan berbelas pada aku dan rombongan. Poster berukuran seperempat papan tulis itu dipajang di dinding berkaca. Menempel lekat di bagian depan kantor Taman Nasional Pulau Komodo.
Gambar Sang Putri Naga terpampang dengan siluet cahaya cemerlang dengan latar depan kisah kehidupannya. Kisah asal-usul suku Komodo yang fenomenal itu hanya dimuat dalam tiga paragraf pendek. Tidak lebih. Aku masgul.
Di sebelah poster atas terpampang judul dalam ukuran besar di dalam bahasa Inggris. "The Legend of The Dragon Princess". Artinya Legenda Sang Putri Naga. Di bawahnya diuraikan sekelumit kisah perjalanan Sang Putri Naga. Sekali lihat pandangan orang akan lebih fokus pada gambar daripadaku tulisannya.
Sebuah legenda sepenting itu hanya dituliskan dalam tiga paragraf pendek. Rasanya itu terlalu singkat untuk dinikmati. Ibarat cappuccino panas, tapi cuma seperempat cangkir kecil. Nikmat, tapi cuma sesaat. Tidak sampai dua menit cerita rakyat itu bakal tamat.
Lagi pula cerita juga ditulis dalam bahasa Inggris. Tentu tidak semua pengunjung bisa mencernanya dengan serta merta. Ini teturama untuk wisatawan lokal yang berdatangan dari berbagai wilayah Indonesia. Lain dengan para bule yang berdatangan ke situ. Mereka sudah hampir pasti bisa berbahasa Inggris atau setidaknya bisa menyewa gaet. Aku tercenung memikirkannya.
Matahari sudah lama sekali bersembunyi di peraduannya. Langit malam yang kelam mendaulat seluruh semesta. Temaram menyelimuti perairan Teluk Komodo. Tempat ini tepat berada di hadapan pulau memanjang berpunggung pegunungan purbakala . Di situlah habitat asli kadal raksasa, komodo, sang naga dari bagian timur Nusa Tenggara.
Mendung tebal yang bertahta di angkasa raya membentengi langit. Tidak pernah mengizinkan satu bintangpun meneroboskan cahayanya. Rembulan tanggal tua juga sepertinya sengaja menghindar untuk menampakkan wajah pucatnya. Kelam.
Yang setia hadir hanyalah cahaya-cahaya redup nun jauh di sana. Dalam gelap, warna putih dan kekuningan cahaya-cahaya itu seperti bintang senja hari. Berbaris tipis berderet, memenuhi tepian pesisir di pemukiman suku Komodo.
Jika kita mendekat, sebenarnya itu adalah cahaya-cahaya lampu dari rumah-rumah penduduk di kejauhan sana. Cahaya-cahaya malam itu terpantulkan oleh air laut dan terlihat berlenggak-lenggok menari-nari dengan indahnya.
Suara lidah ombak yang bertemu dengan pasir putih pantai Pulau Komodo adalah irama alam abadi. Suara kecipaknya tidak pernah berhenti. Irama itu sudah berkumandang sejak zaman purbakala. Ketika pertama kali diciptakan daratan batuan purbakala itu lengkap dengan air lautnya. Barangkali suara itu baru akan berhenti ketika samudra telah menjadi kering dan pulau komodo tak lagi ada.
Malam semakin larut. Suasana di perairan ini menjadi sangat hening. Kapal kayu yang kami tumpangi bergoyang pelan, naik turun, ke kiri dan ke kanan. Sayup-sayup masih terdengar bisikan lembut bertemunya air laut yang mengelus pelan lambung kapal ini.
Tempat kami membuang sauh memang agak jauh. Posisi kami menyendiri dan tak terjangkau. Lampu badai masih setia menyala. Tergantung erat di geladak, lampu itu menjadi penerang utama bagian depan kapal.
Goyangannya tak pernah berhenti. Angin malam menderanya berulang kali. Desauannya terdengar mendekat lalu menjauh. Bayangan benda-benda jadi berlenggak-lenggok. Seperti tangan-tangan penari Kecak yang mengiring Hanoman dan Rahwana yang sedang berperang tanding. Deru angin sesekali berpadu dengan kecipak air yang mengelus lambung kapal tanpa henti,. Ditingkahi jeritan burung malam yang terbang rendah sesekali, menjadi irama pengiring tersendiri.
Sekira satu kilometer dari tempat kapal kami membuang sauh terdapat banyak kapal dan perahu nelayan yang berlabuh. Di bibir pantai itu tali-tali kapal dengan berbagai ukuran besar dan panjang mengikat alat transportasi segaligus piranti untuk mencari nafkah suku Komodo itu. Tali-tali dari kulit ari pohon senu itu sebagian diikatkan pada kayu-kayu pancang dermaga yang mulai lapuk dan sebagian lagi diikatkan pada sauh yang sengaja diturunkan di tempat yang agak dalam. Tujuannya agar perahu perahu dan kapal-kapal itu tetap berada di tempatnya dan tidak hanyut oleh arus laut yang bisa saja tiba-tiba datang.
Mereka yang di pulau itu mungkin bertanya-tanya, apa yang dikerjakan oleh orang di dalam kapal yang parkir di tengah-tengah laut dengan jarak satu kilometer dari tempat mereka itu. Jarak satu kilometer di perairan boleh jadi terlihat dekat, tetapi mata normal tidak cukup bisa mendeteksi aktivitas apa yang dilakukan oleh seseorang pada jarak sejauh itu. pertanyaan mereka mungkin akan segera terbawa ke alam mimpi sebelum mereka mendapatkan jawabannya.
Menghabiskan waktu di atas kapal motor NK Jaya, aku sempatkan duduk menyendiri. Diskusi hangat selepas makan malam sudah lama berlalu. Semua awak kapal dan penumpang yang lain sudah meringkuk di ruangan masing-masing. Mereka perlu beristirahat, menyimpan energi untuk perjalanan esok hari. Tinggal aku sendiri di buritan kapal, dalam dingin terpaan angin laut, malam ini aku mulai merenung. Kusiapkan ponselku jika sewaktu-waktu ada ide yang muncul di kepala sehingga cepat-cepat aku bisa menuliskannya dengan cukup mengatakannya saja.
Kubuka ponselku dan kulihat poster tentang Putri Naga yang sempat aku ambil gambarnya tadi sore. Aku punya ide! Legenda yang hanya tiga paragraf itu akan kurangkai kembali dalam versiku. Tentu saja dengan bahasa yang dimengerti oleh kebanyakan orang, bahasa Indonesia. Walau tentu saja jika menulisnya di dalam bahasa Inggris pun tidak msalah bagiku. Ini karena bahasa yang sudah aku pelajari dengan metode khusus itu sudah seperti bahasa kedua bagiku.
Aku mulai melakukan aktivitas Menemu atau menulis dengan mulut. Begitu aku berucap, kata-kata yang bercerita tentang legenda kehidupan Sang Putri Naga muncul satu persatu di layar ponselku. Kali ini legenda itu muncul dengan versi modifikasi. Sentuhan cerita silat Kho Ping Hoo mewarnainya sehingga legenda Sang Putri Naga berlangsung lebih seru.
*Inilah kisah Sang Putri Naga.*
Alkisah, pada zaman dahulu hiduplah seorang putri kerajaan gaib yang bernama Putri Naga (The Dragon Princess). Putri yang cantik jelita ini menetap di sebuah daratan yang muncul dari dalam laut. Daratan itu berbukit-bukit dan strukturnya unik karena tersusun dari batuan purbakala. Daratan itu kemudian disebut sebagai Pulau Komodo.
Setelah cukup lama hidup melajang akhirnya Sang Putri memutuskan untuk menikah dengan tambatan hatinya, seorang laki-laki yang bernama Majo. Majo adalah laki-laki dari kalangan manusia biasa. Tetapi dia adalah seorang pemuda gagah dan tampan, berbudi pekerti luhur, serta sakti mandraguna. Maka tidak heran jika kemudian sang putri naga pun jatuh cinta kepadanya.
Mereka hidup berbahagia. Dari perkawinannya itu Sang Putri melahirkan dua orang anak kembar. Namun malang, ternyata nasib kedua anak tersebut sangat berbeda, bagaikan langit dan bumi.
Sang Putri dan Majo merasa sedih sekali. Tetapi mereka harus menerima dengan tabah cobaan yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa itu. Siapapun mungkin tidak akan kuat menerima kenyataan ketika melahirkan anak kembar yang ternyata satu berwujud sebagai manusia sedangkan yang lainnya berbentuk seekor komodo. Tetapi Sang Putri Naga bukanlah wanita biasa. Ia adalah seorang putri raja kerajaan gaib yang sakti mandraguna. Demikian juga suaminya adalah laki-laki yang tidak biasa. Jadi ujian dan cobaan di dalam hidup yang mereka alami adalah sebuah hal yang biasa.
Oleh Sang Putri putranya yang berwujud anak manusia diberikan nama si Garong. Sedangkan saudaranya yang berbentuk komodo diberi nama si Orah. Majo sangat menghormati istrinya yang merupakan putri Kerajaan Gaib sehingga ia begitu mempercayai langkah-langkah yang diambil Sang Putri, mulai dari pemberian nama sampai bagaimana cara membesarkannya.
Sang Putri memperlakukan kedua anaknya dengan penuh kasih sayang. Ia juga begitu peduli dan bersikap sangat adil kepada mereka. Anaknya yang berwujud manusia, Si Garong, dibesarkannya di kampung manusia. Si Garong pun mendapatkan berbagai pelajaran tentang bahasa, tata krama, bela diri, literasi dan adab-adab kepantasan lain sebagai anak manusia. Apalagi Si Garong adalah keturunan seorang putri kerajaan, tentu dia dicarikan guru-guru terbaik, selain pengajaran yang diberikan oleh orangtuanya sendiri, agar kelak dia menjadi manusia yang memiliki peradaban tinggi sekaligus pilih tanding.
Sementara itu untuk Si Orah, anak mereka yang berwujud seekor kadal raksasa, komodo, Sang Putri mebesarkannya di tengah hutan belantara, di mana hanya dia dan Si Orah yang tahu keberadaannya. Kelak setelah agak dewasa barulah Majo ikut mendidiknya. Si Orah bukan manusia, maka dia tidak bisa dilatih dan dididik seperti manusia. Meski jauh di dalm hati Sang Putri Naga menangis melihat nasib putrinya, tetapi apa daya itulah takdir dari langit yang diterimanya. Sang Puteri Naga harus tabah menjalani agar dapat memberikan yang terbaik dalam membesarkan anak-anaknya. Maka yang dilatihkan oleh Sang Putri adalah bagaimana si Orah dapat menangkap mangsanya untuk dijadikan bahan makanan dan tentu saja berbagai ilmu kanuragan yang dia warisi dari nenek moyang. Semua itu dilakukan demi untuk mempertahankan hidupnya.
Karena wujudnya adalah kadal raksasa maka Sang Putri mengajarkan pada si Orah bagaimana seekor kadal seharusnya berburu walau sekuat dan setangkas apapun mangsanya. Diajarkannya bagaimana dengan gendang telinganya yang tajam dan sangat peka Si Orah bisa bereaksi cepat terhadap gerakan mangsanya. Sang putri juga mengajari bagaimana dengan gigitan yang tajam si Orah dapat membinasakan lawan dengan sekali terkam. Jika mangsanya masih bertahan hidup dan bisa melarikan diri, si Orah dapat memanfaatkan makhluk lain yang bersemayam di dalam tubuhnya. Itulah bakteri berbahaya yang mematikan. Dengan air liur yang mengandung bakteri itu si Orah tetap bisa membunuh mangsanya, walaupun kematiannya akan datang perlahan, beberapa hari kemudian.
Lidah Si Orah yang bercabang juga dilatih agar bisa dimanfaatkan untuk mencium bau pada jarak berkilometer. Bahkan jika angin bertiup dari arah mangsanya pada jarak lima kilometer pun si Orah bisa mengenalinya. Pendeknya si Orah tumbuh sebagai kadal raksasa yang menjadi predator paling kuat yang berdiri gagah di puncak rantai makanan di wilayahnya. keahliannya dari waktu ke waktu semakin meningkat. Bahkan sang putri Naga tidak segan-segan memberikan berbagai ilmu kesaktian naga sebagai bekal kepada Si Orah agar dapat menjadi Sang Ratu Rimba tanpa tanding yang menguasai daerah teritorialnya.
Sang Putri Naga merasa sangat puas dengan pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya. Sang Putri Naga dan sang suami seia sekata untuk membangun kerajaan di pulau komodo dan memastikan kedua anaknya terpisah jauh sehingga kedua saudara kembar itu tidak tahu menahu tentang keberadaan mereka satu dengan yang lain. Akhirnya mereka tumbuh dewasa di lingkungan masing-masing.
Si Garong kini telah menjadi pemuda gagah yang banyak digandrungi oleh kaum muda di daerahnya. Melihat ketampanan, kekayaan, dan kecerdasan si garong, yang perempuan biasanya bermimpi ingin bersanding sebagai pasangan hidupnya, sedangkan yang laki-laki menjadikan dia sebagai trend setter. Apapun gaya penampilan yang dimiliki oleh Si Garong, pemuda di daerahnya akan segera menjadikannya contoh untuk ditiru.
Hal yang paling disukai si Garong adalah berburu kijang. Dia paling senang bila selepas berburu bisa membawa seekor kijang gemuk dengan tanduk yang panjang dan bercabang-cabang. Biasanya tanduk menjangan itu digunakan untuk hiasan dinding, gagang keris, pelengkap busana, atau kerajinan tangan lainnya. Sedangkan dagingnya dimasak dengan berbagai cara dan bumbu untuk hidangan pesta kerajaan. Tanduk Menjangan itu apabila sudah diukir dengan nama calon penerimanya akan diberikan sebagai hadiah kepada sahabat-sahabat Si Garong.
Sesampainya di istana tempat tinggalnya, biasanya daging binatang buruan itu akan dimasak oleh pembantu setianya. Pembantu itu merupakan salah satu koki istana yang paling enak masakannya. Badannya gendut dan lucu karena terlalu sering ngemil makanan enak. Biasanya Si Garong akan merasa puas setelah mencicipi masakan buatan si koki gendut itu. Lalu Si Garong akan memuji si gendut setinggi langit. Kalau sudah begitu biasanya si gendut akan berterima kasih berkali-kali dan ia akan semakin bersemangat untuk menciptakan karya-karya kuliner baru dari daging kijang. Si Garong memang pintar membuat orang lain bersemangat untuk terus belajar.
Jika sudah begitu, si Garong biasanya mengundang para pemuda-pemudi di sekitar tempat tinggalnya untuk berkumpul. Mereka lalu dengan bergembira ria berpesta, menikmati makan masakan daging kijang yang teksturnya lembut dan wangi aromanya sambil menghadapi api unggun. Dengan keterampilan literasi yang mereka miliki mereka perpantun dan bersajak, menyanyi, ataupun bercerita tentang kisah-kisah kepahlawanan yang diceritakan turun temurun.
Si Garong semakin tumbuh sebagai pemuda yang gagah perkasa dan sakti mandraguna. Pada suatu hari si Garong pergi berburu sendirian di hutan. Tidak ketinggalan kuda kesayangannya Si Hitam dan anjing berburunya Si Gesit ikut menemani. Biasanya dengan kerja sama ketiganya dalam waktu singkat mereka sudah berhasil menemukan sasaran binatang buruan. Dalam setengah hari mereka akan sudah kembali pulang dengan membawa kijang besar yang diboncengkan oleh Si Garong di punggung Si Hitam. Sementara itu Si Gesit berlarian di depan dengan penuh kegembiraan. Bagaimanapun keberhasilannya membantu tuannya akan membuatnya mendapat hadiah besar berupa pesta daging kijang sepuasnya.
Tidak seperti biasanya kali ini hutan terasa sepi. Ketiganya sudah setengah hari lebih menyusuri hutan tetapi sepertinya hutan itu sudah ditinggalkan oleh seluruh binatang buruan. Mereka terus bergerak semakin kedalam di mana tumbuh pohon-pohon asam raksasa. Burung-burung yang biasanya berkicau atau ayam hutan yang berkokok di kejauhan sepertinya tidak berani menampakan batang hidungnya. Si Gesit yang biasanya berlari lincah untuk menemukan binatang buruan kali ini berjalan berdekat-dekat dengan tuannya. Sepertinya anjing buruan ini dapat menangkap aura tertentu yang mengancam keselamatannya. Kondisi belantara yang semakin terjal membuat Si Garong harus meninggalkan si Hitam di kawasan sebelah bawah hutan yang sekiranya aman.
Seekor kijang yang besar dan gemuk serta memiliki tanduk yang sangat indah sempat terlihat di kejauhan ketika matahari sudah tergelincir ke sebelah barat. Namun begitu akan didekati agar jaraknya cukup untuk melepaskan anak panah, sang kijang sudah lenyap bayangannya. Medan yang terjal dan hutan belantara lebat sepertinya memberikan perlindungan yang sempurna kepada binatang buruan yang dapat berlari seperti menghilang itu.
Sebagai seorang pemburu yang dikenal sangat ahli dan ilmu kanuragan yang pilih tanding Si Garong tentu memiliki mental yang gigih dan pantang menyerah. Namun dalam berguru Si Garong hampir tidak pernah menggunakan ilmu kanuragannya. Dia lebih menikmati berburu sebagai pemburu biasa dengan mengandalkan kekuatan fisik dan keahliannya. Dengan ditemani Si Gesit yang kadang lari pontang-panting mengejar tuannya karena Si Garong yang penasaran sesekali menggunakan ilmu meringankan tubuh, akhirnya mereka berhasil menemukan kembali kijang yang luar biasa itu.
Hari sudah menjelang gelap ketika pada akhirnya Si Garong berhasil memanah kijang yang sudah sejak setengah harian diincar itu dengan satu bidikan. Kijang gemuk yang hampir sebesar sapi itu tergeletak meregang nyawa di bawah pohon asam raksasa. Anak panah Si Garong tepat mengenai batang tenggorokan dan merobeknya sedemikian rupa sehingga putus jalan nafasnya. Darah segar tampak menyembur dari luka yang menganga di leher itu dan sang kijang pemilik leher tampak bergerak berkelojotan. Darah yang bersimbah menggenangi rerumputan dan sebagian menciptakan noda-noda bulat diantara daun-daun pohon sensus yang tumbuh di bawah asam raksasa.
Sigesit yang biasanya bersemangat menyerbu ke depan kali ini justru menggonggong seperti ketakutan. Cepat-cepat Si Garong bergerak waspada mendekati hasil buruannya. Hatinya sangat gembira karena walaupun seharian dia harus berkejaran dengan sasarannya namun pada akhirnya hasil tangkapannya yang begitu besar sangat memuaskannya. Tentu teman-teman yang akan diundang berpesta akan sangat bergembira menikmati hasil buruannya. Apalagi dia sudah mengundang tamu dari kerajaan-kerajaan tetangga untuk pesta bersama dengan menjalin persahabatan dengan kerajaan pulau komodo yang sebentar lagi akan dipimpinnya.
Dengan lngkah pasti Si Garong bermaksud mengangkat kijang besar yang sudah tergeletak tak bernyawa itu. Namun tiba-tiba si Gesit menggonggong keras sekali dan berlari menjauh. Pada saat yang sama tiba-tiba terdengar suara menggeram yang sangat dahsyat dari arah sebelah kiri pohon asam raksasa. Dari dalam semak-semak pohon sensus yang tumbuh rimbun setinggi orang dewasa sekonyong-konyong muncullah seekor kadal besar yang mengerikan. Begitu melihat Si Garong naga raksasa itu memperlihatkan gigi-giginya yang runcing dan menjulurkan lidahnya yang bercabang. Dari dalam mulutnya menetes air liur dengan bau yang sangat memuakkan. Matanya yang merah dengan ekspresi menyeringai yang mengerikan menunjukkan bahwa naga itu sangat marah. Tanpa memberikan kesempatan Si Garong untuk berpikir lebih jauh secepat kilat sang naga langsung menubruknya.
Meskipun masih dalam kondisi terkejut si Garong bukanlah pemuda sembarangan. Segera dia mengerahkan ilmu meringankan tubuh dan melompat menjauh. Lompatan jauh itu mengarah ke atas dan ia kemudian turun sambil berjumpalitan. Dia sempat terkesiap melihat hasil tubrukan binatang besar itu. Kijang itu tampak remuk bagian tubuh belakangnya akibat terkena hantaman tubuh dan cakaran sang naga.
Si Garong segera bersiap-siap dengan kuda-kuda penuh sebagai persiapan menghadapi serangan berikutnya. Sepertinya lawan yang dia hadapi bukan main-main. Hari sudah hampir malam dan dia ingin menuntaskan pertarungan dengan cepat. Dia tidak tahu kemampuan lawan sesungguhnya seperti apa, tetapi instingnya menyatakan bahwa dia harus mengerahkan seluruh kesaktian dan ilmu kanuragannya.
Dicabutnya senjata berbentuk duri ekor ikan pari yang selama ini melingkar di pinggangnya. Anak panah dan gendewa yang tadi di bawanya dilemparkannya ke salah satu cabang pohon. Keduanya otomatis tergantung pada tempat strategis di pohon tersebut. Seolah-olah Si Garong melakukannya sambil mendekati pohon tersebut padahal sejatinya dia melakukannya dari jarak jauh.
Dengan ilmu kanuragan yang dia kerahkan diputar-putarnya cambuk tersebut di atas kepalanya. Suara yang berat dan berdengung diikuti bau amis racun ekor ikan pari menghias di udara sekitarnya. daun-daun yang terkena pusaran angin yang di diciptakannya seketika layu karena terkena racun itu. Yang lebih mengerikan, setiap putaran menghasilkan ledakan-ledakan yang manggiriskan. Siapapun lawannya yang terkena ledakan langsung dari cambuk itu bisa tewas seketika.
Selama ini dia dilatih ilmu beladiri oleh ibu dan ayahnya serta guru silat yang khusus didatangkan dari Labuhan Bajo. Maka tidak mengherankan apabila dia tidak mudah roboh dalam sekali serang, baik oleh manusia maupun binatang. Bahkan pada waktu-waktu tertentu ibunya, Sang Putri Naga biasa mendatanginya dan melatihkan ilmu-ilmu pilihan yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Si kadal besar sangat marah melihat hasil serangan pertamanya luput sama sekali. Dengan tatapan mata bengis siap membunuh, kadal yang tidak lain adalah si Orah itu mempersiapkan serangan berikutnya. Diangkatnya lehernya tinggi-tinggi, dijulurkannya lidah bercabangnya yang penuh bakteri mematikan, di rentangkannya keempat kakinya pada tanah berbatu di bawahnya. Keempatnya menjadi tumpuan kecepatan gerakan agar serangan berikutnya mematikan lawan.
Serangan kedua sudah datang. Si Garong bukanlah anak muda kemarin sore yang bisa diremehkan begitu saja. Kali ini dia menghindar ke samping dan memukul kepala sang naga dengan senjata duri ikan pari yang dipegangnya. TARR!!! Terdengar bunyi ledakan akibat letusan senjata si Garong. Lengah sedikit saja kepala Si Orah bakal retak dan nyawanya melayang. Untung hantaman senjata si Garong itu hanya mengenai batu karang. Akibatnya sungguh mengerikan, batu karang sebesar gajah itu terbelah dan debunya berhamburan.
Mereka berdua akhirnya bertempur mati-matian. Mereka mengerahkan kekuatannya masing-masing untuk menundukkan lawannya. Keduanya sama-sama kuat. Keduanya sama-sama sulit dikalahkan. Mereka mengeluarkan ilmu-ilmu kesaktian simpanan mereka. Gerakan keduanya semakin lama semakin sulit diikuti karena saking cepatnya. Yang terdengar hanya teriakan dan geraman yang disusul suara beradunya senjata dengan cakar komodo serta bag big bug suara baku pukul. Gerakan pertempuran keduanya seperti bayangan namun akibatnya sungguh mengerikan. Banyak pohon-pohon asam raksasa yang bertumbangan. Daun-daunnya langsung layu karena terkena racun cambuk ikan pari dan air liur mematikan sang naga.
Pertempuran sudah berjalan 1 jam lebih dan hari sudah gelap. Si Gesit yang sempat terkena imbas pertempuran terlempar dan pingsan. Suatu ketika Si Orah menggunakan serangan tipuan. Kedua cakarnya terbuka lebar mengarah ke ubun-ubun dan ulu hati si Garong. Mendapat serangan ini tangan kanan si Garong yang memegang cambuk ekor ikan pari segera menangkis ke atas sementara tangan kirinya menolak cakaran yang menuju ke arah ulu hati. Si Garong terlambat menyadari bahwa itu hanyalah serangan tipuan.
DESS! Tiba-tiba ia merasakan punggungnya sakit sekali. Ia terlambat menghindar dari sabetan ekor Si Orah. Akibatnya Si Garong terlempar beberapa tombak dan jatuh bergulingan. Ketika bangun kepalanya terasa pening sekali. Dadanya sesak dan ia muntah darah. Si Orah sendiri terluka pada pangkal lengan kanannya oleh senjata si Garong, luka yang dideritanya cukup dalam. Darah terus mengucur dari lukanya. Ternyata sabetan ekor ikan pari itu tidak hanya melukai satu titik, tetapi membuat luka yang menyebar hampir ke sekujur tubuh si Orah. Tampak duri-duri kecil yang menancap di tubuhnya dan menimbulkan rasa sakit yang cukup melumpuhkan.
Sebenarnya walaupun terkena hantaman hebat senjata yang beracun tetapi si Orah mewarisi kekebalan alami yang sudah ia miliki sejak lahir. Racun dari ikan pari yang masuk ke dalam tubuhnya justetu memperkuat kekuatan racun yang mengalir di dalam darahnya. Namun pendarahan dan rasa sakit yang melanda sekujur tubuhnya tak ayal lagi membuat dia semakin murka..
Dengan sisa tenaganya Si Orah segera menyerbu lagi. Sebagaimana diketahui si orah juga bukan kadal sembarangan. Sang Putri Naga mewariskan berbagai ilmu kanuragan kepadanya. Dan ini fatal bagi Si Garong. Akibat luka yang dideritanya Si Garong semakin lama semakin terdesak hebat. Ia hampir tidak berdaya akibat luka yang terus menerus membuatnya semakin lemah karena kehilangan tenaga dan darah. Sabetan -sabetan cambuk ikan parinya juga semakin lemah dan kurang tepat sasaran.
Kondisi lemahnya si Garong dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Si Orah. Ilmu simpanan yang bernama Sabetan Ekor Naga segera dikerahkan. Begitu si Garong lengah ekornya sudah menghantam dengan tenaga penuh ke punggung si Garong lagi. Pertahanan si Garong yang terbuka di bagian tersebut menjadi sasaran empuk serangan Si Orah. Malang, karena kondisi si Garong yang sudah lemah akhirnya membuat serangan itu tak terelakkan. Tubuhnya terlempar ke atas dengan keras dan menghantam salah satu dahan pohon asam raksasa.
Serangan Pamungkas ini seketika membuat Si Garong jatuh tersungkur muntah darah lebih banyak. Dengan cepat Si Orah segera menubruknya. Si Garong yang dalam kondisi setengah pingsan tidak bisa menghindar lagi. Jika bukan manusia pilih tanding tentu tubuhnya hancur berkeping-keping oleh tubrukan itu. Dengan penuh kemarahan mulut kadal itu sudah terbuka lebar siap menyantap kepala si Garong.
Bau busuk air liurnya yang membasahi muka dan badannya sudah tidak dipedulikan Si Garong lagi. Dalam kondisi biasa mungkin dia akan muntah-muntah mendapat siraman air liur yang baunya lebih busuk dari bangkai itu. Namun semua tenaganya sudah terkuras habis. Dia bahkan sudah muntah darah dua kali. Panca ideranya juga sangat berkurang kepekaannya sehingga bau sebusuk apapun seperti tidak berpengaruh padanya. Kepalanya pening dan matanya berkunang-kunang. Dengan pandangan setengah buram dia sempat melihat gigi-gigi kadal raksasa yang runcing dan lidahnya yang menjulur menyeramkan itu sangat dekat dengan wajahnya. Dalam sedetik kadal raksasa yang murka itu akan menghabisi nyawanya. Si Garong hanya bisa menahan nafas pasrah menunggu ajal.
Namun, pada saat yang begitu kritis , terdengar suara teriakan keras.
"BERJENTI!!!"
Teriakan tersebut membuat seolah-olah waktu berhenti berjalan. Jika orang biasa yang mendengarnya mungkin akan segera muntah darah dan mati. Namun dua pihak yang bertempur adalah bukan dari kalangan sembarangan. Mereka masih bisa menahan gempuran suara tersebut dengan mengerahkan tenaga dalam. Hanya saja mereka menjadi sangat berat untuk menggerakkan badan. Tubuh mereka seolah-olah terkunci oleh suara tersebut.
Sesaat begitu suara teriakan itu menghilang tiba-tiba muncullah cahaya terang berwarna keunguan. Cahay itu merupakan perpaduan warna cahaya merah dan biru. kemunculannya yang tiba-tiba disertai merebaknya aroma wangi bunga pohon sensus dan bunga melati. Cahaya merah beraura panas datang dari sosok laki-laki berpakaian serba merah keemasan dan cahaya biru terpancar dari sosok perempuan berpakaian anggun serba biru dengan mahkota berukir naga menghiasi kepalanya. Cahaya ini auranya dingin menyejukkan.
Si Orah dan Si Garong sejenak terkesima. Suara teriakan tadi dan penampakan cahaya dengan aura dan aroma berbeda namun menyatu tersebut membuat mereka takjub. Sesaat setelah cahaya dan hawa itu memudar muncullah dua sosok yang sangat mereka kenal. Ternyata yang datang adalah Sang Putri Naga bersama Majo sang suami. Dengan kesaktian yang mereka miliki suami isteri itu bisa datang dan pergi ke berbagai dimensi sesuka hati.
Agaknya pertempuran Si Garong dan Si Orah telah mengusik mereka berdua sehingga terpaksa datang ke tempat itu. Mereka datang hanya dalam sekelebatan sinar. Mereka segera menghentikan perkelahian tersebut. Pihak yang bertempur merasa terkejut karena kedatangan orang tua masing-masing. Si Orah segera melepaskan cenkeramanya pada kepala Si Garong. Tidak peduli pada kondisinya yang penuh luka berdarah karena sabetan cambuk ekor ikan pari kadal raksasa itu segera mendekat dan menjura kepada kedua orang yang sangat dikenalnya itu. Sementara itu Si Garong hanya bisa tergeletak lemah tak berdaya. Dengan sudut matanya dia melihat dengan penuh tanda tanya apa yang terjadi di depannya. Ibunya dengan kasih sayang menyentuh dengan lembut kadal raksasa yang baru saja akan memakannya.
Majo dengan gesit segera mendekati Si Garong. Lelaki sakti itu menotok beberapa jalan darah penting di tubuh Si Garong. Tujuannya untuk menghentikan pendarahan yang jika dibiarkan akan mengancam keselamatan jiwa anak laki-lakinya itu. Dengan duduk bersila ditempelkannya kedua telapak tangannya ke punggung Si Garong yang sudah dia minta bersila di depannya. Ada hawa energi yang terasa hangat yang perlahan-lahan mengalir di setiap bagian tubuh si Garong. Si Garong merasa lebih baik setelah itu.
Sang putri Naga dan sang suami kemudian memberi tahu bahwa sesungguhnya kadal besar yang tidak lain adalah si Orah itu adalah saudara kembar dari si Garong. Mengetahui hal tersebut keduanya saling bertatapan penuh penyesalan. Mereka saling meminta maaf dan segera berdamai. Kedua orangtua tersebut dengan penuh perhatian membantu Si Orah dan Si Garong yang kini duduk bersebelahan untuk memulihkan kondisi fisik masing-masing . Kesaktian keduanya tidak diragukan lagi untuk membuat Si Orah dan Si Garong mengembalikan kondisi dalam waktu singkat.
Sang Putri Naga dan suaminya sudah bisa memperkirakan bahwa hal semacam itu akan terjadi pada akhirnya. Kepada anak-anak kembarnya tersebut Sang Putri Naga meminta agar keduanya saling melindungi bersama keturunannya sampai akhir zaman nanti.
Sejak saat itu si Garong dengan seluruh warga sampai anak turunnya berjanji untuk menjaga keberadaan komodo dan seluruh turunannya. Demikian juga Si Orah beserta keturunannya berjanji untuk tidak menyerang manusia. Komodo-komodo itu bebas mencari makan di pulau yang mereka huni bersama manusia. Mereka bisa memangsa babi hutan, kijang, kerbau liar, atau binatang binatang lain yang mereka dapatkan. Bahkan apabila komodo kekurangan makanan, orang-orang yang tinggal di daerah itu berkewajiban untuk mencarikan makan agar mereka terhindar dari kepunahan. Makanan tersebut bisa berupa daging segar, kambing, ayam, kijang bahkan kerbau yang mereka sediakan untuk dimakan oleh komodo-komodo tersebut.
Demikian kisah legenda keberadaan komodo dan suku Komodo yang menghuni dataran pulau komodo. Orang-orang suku Komodo menceritakan legenda ini secara turun temurun. Meskipun sebagian besar penduduk suku Komodo sudah tersentuh modernisasi tampaknya legenda ini tetap mereka pelihara sebagai cerita dari mulut ke mulut. Mungkin sebagian kemudian menganggap cerita itu sebagai dongeng isapan jempol belaka. Namun begitu, kisah itu kemudian dimanfaatkan menjadi semacam local wisdom yang bisa membuat para penduduk pulau Komodo membantu melakukan konservasi terhadap binatang yang habitat aslinya hanya di NTT itu.
Keadaan itu justru menguntungkan, apalagi sekarang keberadaan komodo telah menjadi bagian dari tujuh keajaiban dunia yang baru. Semua warga dunia harus menjaga dan melestarikannya. Sebanyak mungkin informasi harus dibuka dan disebarkan ke seluruh dunia tentang keberadaan naga-naga ini. Tujuannya agar semakin banyak warga dunia datang mengunjungi dan memberikan kontribusi untuk kelestarian naga purba ini.
_Teluk Komodo, Flores. 19 Desember 2017 pukul 22.00 WITA diedit dan direvisi di atas Kapal Motor NK Jaya
Ditulis dengan metode Menemu Baling, menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga._
Comments
Post a Comment