IKATLAH KIJANG LIAR ITU DENGAN MENEMU BALING

Oleh: Mampuono
#Orang_literat_menemubaling👌


Selama ini penulis benar-benar tidak tahu bahwa sebenarnya penulis sudah menangkap banyak sekali kijang buruan, tetapi setelah tertangkap, makhluk-makhluk lincah itu  tidak pernah penulis ikat.  Jadi kijang-kijang  liar itu akhirnya berlarian melepaskan diri dari tempat penampungannya. Bahkan yang lebih menghebohkan, bukan hanya penulis  yang tidak menyadari hal tersebut,  sebenarnya  banyak orang Indonesia juga mengalami apa yang penulis alami. Lho?😉

Pernyataan diatas mungkin terasa agak aneh. Kapan kita pernah menangkap kijang? Berburu saja kita tidak pernah. Dan yang lebih menggelikan, bukankah sebagian dari kita sudah banyak yang tinggal di kota. Kijang-kijang itu biasanya ada di kebun binatang atau di Istana Presiden, lalu sebenarnya kita sudah berburu kijang kemana saja, padahal ke hutan saja hampir tidak pernah? Kalaupun menyempatkan diri ke hutan, paling-paling itu karena berkemah, naik gunung, atau berdarmawisata. Berburu? Almost never alias hampir mustahil. 

Adalah seseorang yang pada zamannya menjadi seorang ahli. Kepiawaiannya bisa dikatakan melebihi expert dan  para profesor doktor pada zaman sekarang. Ia juga seorang pemimpin besar.  Bahkan karena keutamaan ilmu,  amal, karya, dan kompetensi spiritualnya, namanya tetap harum terjaga sampai sekarang. Jutaan orang menjadi pengikut dari apa yang pernah diajarkannya. 

Ulama besar kelahiran Gaza Palestina pada tahun 767 M ini pernah berkata, "Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat. Termasuk kebodohan kalau engkau memburu kijang, setelah itu engkau tinggalkan terlepas begitu saja." 

Demikianlah apa yang sudah diajarkan oleh  Imam Asy Syafi'i, salah seorang imam besar dan salah satu ulama yang mazhabnya  diikuti oleh sejumlah besar umat Islam di dunia hingga kini. Ternyata terkait dengan kegiatan menuntut ilmu, apa yang kita lakukan selama ini banyak mengandung perbuatan yang disebut sebagai suatu kebodohan oleh beliau. Mungkin ada yang tidak setuju dengan apa yang disampaikan oleh imam besar tersebut, tetapi jika dipikirkan secara mendalam, dengan pikiran yang jernih dan mengerahkan daya nalar kita, yang tampak justru banyak sekali kebenaran yang terkandung di dalam ungkapan tersebut.

Bagaimana tidak? Selama berpuluh-puluh tahun kita belajar, menuntut ilmu, dan memanfaatkan ilmu tersebut untuk berbagai hal. Dengan ilmu tersebut kita dapat  meningkatkan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan kita. Imbasnya, baik secara spiritual, sosial, bahkan ekonomi, semuanya turut serta meningkat dalam kehidupan kita. Tetapi sayangnya, hampir seumur hidup tidak pernah satu karya tulispun yang kita buat untuk mengikat ilmu-ilmu yang sudah kita dapat.  Kita mungkin bisa berkilah bahwa kita sudah menuliskan ilmu yang kita peroleh selama memasuki bangku sekolah maupun bangku kuliah. Semuanya kita tulis dalam  bentuk  karya-karya tulis wajib, terutama pada saat mengerjakan tugas sekolah, tugas kuliah, maupun tugas akhir seperti membuat karya tulis persyaratan kelulusan, skripsi, tesis, dan disertasi. Namun apakah ini sudah sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Sang Imam Besar?

Mari coba kita diskusikan. Ajaran agama manapun meminta umatnya untuk berbuat baik dan selalu meningkatkan kehidupannya, baik secara  spiritual maupun non spiritual. Karena keduanya saling dukung untuk menuju keberhasilan dan keseimbangan dunia dan akhirat. Caranya adalah dengan menjadi "lifelong learner" yaitu terus menerus belajar sepanjang hayat. 

Banyak tradisi dan budaya dari berbagai bangsa juga menganjurkan masyarakatnya untuk  menjadi pembelajar sepanjang hayat. Sebagai contoh, salah satu dari ribuan ajaran tentang menuntut ilmu di dalam Islam mengatakan, tuntutlah ilmu dari lahir sampai ke liang lahat. Pepatah Cina juga mengatakan, hidup ini adalah belajar dan tidak akan selesai kecuali kita sudah mati. Pepatah Yunani kuno mengatakan "Nemo dat quod non habet" atau seseorang tidak akan dapat memberikan apa yang tidak dimilikinya. Orang Inggris mengatakan "Anyone who stops learning is old, whether at twenty or eighty. Anyone who keepslearning stays young.” artinya seseorang yang berhenti belajar akan menjadi tua apakah dia berusia 20 tahun atau 80 tahun. Orang yang terus-menerus belajar akan tetap menjadi muda," dan lain-lain. Hal itu mengandung arti bahwa setiap bangsa ingin menjadikan  kegiatan menuntut ilmu sebagai sesuatu  yang penting dan tidak boleh diabaikan. Jadi, selama ini, baik disadari maupun tidak, baik intensif maupun tidak, kita sudah menuntut berbagai macam ilmu untuk membangun  khazanah  ilmu pengetahuan di dalam diri kita. 

Pengalaman  ketika menangani masalah yang kita hadapi dalam hidup, menggagas ide-ide baru,  bergaul dengan para ahli dan orang-orang yang alim, membaca buku-buku yang berisi ilmu pengetahuan dan informasi positif, mendengarkan berita, melihat tayangan-tayangan informasi dan berita dalam bentuk video, membaca tausiah-tausiah di dalam chat WhatsApp , dan lain-lain adalah sumber pengetahuan yang terus-menerus mengendap di dalam skemata kita. Skemata bisa dikatakan sebagai pusat kumpulan berbagai pengetahuan yang berada di dalam otak kita. Boleh dikatakan bahwa pengetahuan yang mengendap dan berlangsung selama berpuluh-puluh tahun itu jumlahnya seperti tidak terbatas.

Lalu bagaimana dengan nasib kijang-kijang liar atau  ilmu-ilmu  yang kita kuasai yang jumlahnya sangat banyak itu?  Sebagian besar ilmu-ilmu tersebut Insya Allah sudah disampaikan, tetapi dalam bentuk lisan. Sayangnya penyampaian ilmu dalam bentuk seperti itu hanya bersifat jangka pendek dan jumlah penerimanya juga terbatas. Para penerima akan menerimanya dalam prosentase daya serap yang lebih sedikit yang benar-benar bisa tertanam dan terimplementasikan. Dan sebagian besar ilmu yang disampaikan secara lisan tersebut akan "menguap di udara", tidak berbekas sama sekali. Sayang sekali bukan?

Bayangkan jika nabi, ulama, filsuf, maha guru, ilmuwan, ahli-ahli pada jaman dahulu tidak mengikat kijang-kijang liarnya. Bayangkan jika ilmu-ilmu pengetahuan penting  yang berguna untuk merombak peradaban hanya diajarkan secara lisan. Kegelapan  seperti apa yang akan dialami generasi berikutnya karena terputusnya informasi  akibat tidak ada kijang liar yang diikat kuat oleh para ilmuwan pendahulunya.  Kalau tidak ada warisan tulisan, maka ilmu-ilmu pengetahuan penting di masa lalu hanyalah menjadi legenda dan cerita isapan jempol yang tidak karuan jungtrungnya.

Bayangkan jika kitab-kitab suci tidak diwariskan dalam tulisan, tetapi cukup diceritakan saja. Akan seperti apa generasi pewaris ajaran di dalam kitab suci tersebut diakhir zaman? Jika Tuhan yang Maha Kuasa dan Maha Suci saja mengajarkan umat manusia untuk  membaca dan menulis serta mengikat kalamnya di dalam wujud tulisan di dalam kitab suci, apalagi umat manusia yang sebenarnya lemah tidak berdaya dibandingkan dengan kekuasaan yang dimiliki-Nya. 

Bayangkan jika tidak ada satu pun orang yang berusaha mengikat kijang-kijang liar yang telah ditangkapnya, akan seperti apa gelap gulitanya sejarah di masa lalu. Sifat ilmu pengetahuan yang terus-menerus berkembang dan diwariskan juga tidak akan ada jika para penemu di masa lalu tidak pernah menuliskannya. Selebihnya yang muncul adalah kegelapan demi kegelapan akibat kebodohan karena melepaskan begitu saja kijang-kijang liar yang sudah tertangkap itu. Tidak akan ada warisa-warisan pengetahuan yang bisa dipelajari dan  dikembangkan untuk kemajuan umat manusia pada  masa kemudian.

Hal tersebut berlaku universal, tidak terkecuali di Indonesia. Kita menyadari bahwa budaya yang ada di Indonesia adalah budaya tutur dan simak. Orang lebih suka menyampaikan ide-idenya briliannya, nasehat-nasehat terbaiknya, dan pengalaman-pengalaman hebatnya dalam bentuk "tutur tinular". Orang juga lebih suka mendengarkan tuturan tersebut dan menikmatinya seperti mendengarkan dongeng. 

Terkait dengan  budaya simak dan tutur ini, jika yang dibicarakan ada hal-hal yang positif maka itu merupakan hal yang bermanfaat. Tetapi jika negatif, perkaranya menjadi lain.  Di dalam budaya kita dikenal istilah ngerumpi. Dalam aktivitas ini orang seperti ketagihan untuk bertutur, sedangkan lawan bicaranya ketagihan untuk mendengarkan dongengan sang penutur. Sayangnya, biasanya pada aktivitas ini pembicaraan tidak mengacu kepada ide-ide baru yang solutif, tetapi cenderung membicarakan kejelekan orang dan endingnya adalah sesuatu yang negatif.

Bahkan saking merebaknya budaya ngerumpi ini, dari media sosial sampai media massa, semua tak luput dari aktivitas ini. Sampai-sampai para ustadz, pemuka masyarakat,  pejabat publik,  tokoh agama, budayawan, dan tokoh perubahan sering memperingatkan bahaya ngerumpi yang cenderung memudahkan orang untuk mengkonsumsi berita-berita hoax . Tanpa mengkonfirmasi benar atau tidaknya, berita bohong terpola yang berpotensi hasut dan menimbulkan perpecahan tersebut biasanya langsung disebar luaskan orang-orang yang sering melakukan aktivitas ngerumpi.

Rupanya sisi kenyamanan dalam berkomunikasi seperti itu lebih dipilih banyak orang. Ini karena dengan cara mendengarkan dan menceritakan kembali sebuah wacana, tidak diperlukan hal-hal berat untuk menggagas  ide-ide baru semisal menciptakan solusi terhadap sebuah permasalahan.  Semua itu sangat terkait erat dengan   budaya masyarakat kita yang cenderung tidak terlalu suka membaca dan menulis. Jika ini kemudian dihubungkan dengan tingkat literasi masyarakat kita, maka dari tahun ke tahun hasilnya hampir selalu tidak pernah menggembirakan.

Untuk itu diperlukan jembatan atau cara agar budaya tutur dan simak dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi peningkatan literasi dan bersifat jangka panjang. Meningkatnya teknologi informasi ternyata dapat digunakan untuk menciptakan jembatan ini. Menyadari hal tersebut, penulis membuat sebuah cara yang disebut sebagai Metode Menemu Baling. Kepanjangannya adalah metode menulis dengan mulut dan  membaca dengan telinga. 

Dengan metode inilah budaya tutur dan simak secara otomatis akan menjadi budaya tulis dan baca secara revolusioner. Dengan menggunakan aplikasi yang juga bernama Menemu Baling yang sudah penulis  share secara free di Google PlayStore, seorang penutur akan otomatis mengubah kata-kata yang dituturkannya menjadi tulisan. Dengan sedikit melakukan pengeditan dan revisi, tulisan tersebut akan bisa dipublikasikan sebagai sebuah artikel berita, pengetahuan, hiburan, nasehat, motivasi, dan sebagainya.

Dengan metode ini pula seorang penyimak dengan sendirinya akan melakukan aktivitas membaca dari apa yang disimaknya. Sebagai contoh, sebuah buku elektronik yang jumlah halamannya mencapai ribuan, dengan sekali klik buku itu bisa dibaca dengan telinga atau didengarkan untuk mengetahui isinya. Demikian pula sebuah website yang berisi berita-berita terkini dan pengetahuan pengetahuan penting akan segera bisa didengarkan isinya dengan cara yang sama. Dengan menggunakan gadget yang berbasis pada sistem operasi Android semua itu bisa dilakukan dengan mudah. 

Dengan metode Menemu Baling inilah kijang-kijang liar hasil buruan yang berpotensi lepas setelah kita buru dan tangkap bisa kita ikat dengan erat dan kuat.  Artinya ilmu yang selama ini sudah kita peroleh dan kita kumpulkan selama berpuluh-puluh tahun tidak akan hilang begitu saja. Tulisan-tulisan yang kita buat akan mengikatnya dan menyebarkannya dalam bentuk informasi-informasi dan pengetahuan-pengetahuan baru dengan lebih efektif. Jangka waktunya bukan hanya jam, hari, atau tahun,  bahkan bisa sepanjang kehidupan manusia dari generasi ke generasi. Siapa yang tidak kenal Muhammad, Umar, Plato, Aristoteles, Sidharta, Jabir ibnu Hayyan,  Archimedes, Einstein, dan lain-lain. Tulisan tulisan tentang apa yang sudah mereka lakukan dimasa yang lalu terus menjadi sumber  inspirasi, motivasi, informasi, dan ilmu pengetahuan yang diwarisi turun-tumurun.

Dengan metode ini orang buta huruf, anak-anak yang belum bisa membaca,   para penderita cacat tangan yang tidak bisa mengetik, atau bahkan para tunanetra yang tidak bisa melihat apa-apa tetap bisa melakukan aktivitas membaca dan menulis dengan sangat mudah. Jika yang cacat saja bisa melakukannya, apalagi yang sehat walafiat dan segar bugar. Oleh karenanya mulai saat ini marilah kita ikat erat-erat kijang buruan yang berhasil kita tangkap dengan metode Menemu Baling. 

Quotes: 

"Ide-ide terbaik kita, kata-kata terbaik kita, dan pengalaman-pengalaman terbaik kita hanyalah uap yang lenyap di udara jika kita tidak menuliskannya.

Menulislah dengan mulut dan membacalah dengan telinga karena zaman memungkinkannya."

(Mampuono, founder Menemu Baling)

______________________________________
Semarang 01 04 2018 08.00WIB ditulis dengan metode Menemu Baling, menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga. Menemu Balinglah 5 menit setiap hari, seribu halaman buku akan anda hasilkan dalam setahun


Referensi
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Abu_Abdullah_Muhammad_asy-Syafi%27i
Abu Abdullah Muhammad asy-Syafi'i - Wikipedia bahasa Indonesia ...
https://kisahmuslim.com/3035-imam-syafii-yang-jenius.html
Imam Syafi'i Yang Jenius – Cerita kisah cinta penggugah jiwa
https://goo.gl/search/Definisi+skemata+piagiet
pengaruh skemata terhadap kompetensi membaca ... - Journal UNY Salah satu teori skemata yang mempengaruhi teori pembelajaran adalah teori yang dikemukakan oleh Piaget (dalam Ruddell (2005:27). ... Proses akomodasi adalah proses pembentukan skemata baru atau memodifikasi struktur kognitif yang telah ada supaya konsep-konsep baru dapat diserap.
http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-skemata-dan-contohnya/
PENGERTIAN SKEMATA DAN CONTOHNYA – Definisi Menurut ...
https://ilmuwanmuda.wordpress.com/piaget-dan-teorinya/
PIAGET DAN TEORINYA | Ilmuwan Muda
http://www.academia.edu/9112526/TEORI_BELAJAR_PIAGET_SKEMATA_DAN_VYGOSTKY
TEORI BELAJAR PIAGET, SKEMATA DAN VYGOSTKY | Fer Aldo ...

Comments

Popular posts from this blog

NUSANTARA GROUP

MENGUBUR UNTUK MENJAGA BUMI

DR. MAMPUONO: PENDIDIK, PENEMU, TEACHERPRENEUR, DAN PENULIS